MAKNA LAMBANG GARUDA PANCASILA :
Burung garuda merupakan mitos dalam mitologi Hindu dan Budha. Garuda  dalam mitos digambarkan sebagai makhluk separuh burung (sayap, paruh,  cakar) dan separuh manusia (tangan dan kaki). Lambang garuda diambil  dari penggambaran kendaraan Batara Wisnu yakni garudeya. Garudeya itu  sendiri dapat kita temui pada salah satu pahatan di Candi Kidal yang  terletak di Kabupaten Malang tepatnya: Desa Rejokidal, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. 
Garuda sebagai lambang negara menggambarkan kekuatan dan kekuasaan  dan warna emas melambangkan kejayaan, karena peran garuda dalam cerita  pewayangan Mahabharata dan Ramayana. Posisi kepala garuda menengok lurus  ke kanan.
Jumlah bulu melambangkan hari proklamasi kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945), antara lain:
- Jumlah bulu pada masing-masing sayap berjumlah 17
- Jumlah bulu pada ekor berjumlah 8
- Jumlah bulu di bawah perisai/pangkal ekor berjumlah 19
- Jumlah bulu di leher berjumlah 45
Perisai
Perisai merupakan lambang pertahanan negara Indonesia. Gambar perisai  tersebut dibagi menjadi lima bagian: bagian latar belakang dibagi  menjadi empat dengan warna merah putih berselang seling (warna  merah-putih melambangkan warna bendera nasional Indonesia, merah berarti  berani dan putih berarti suci), dan sebuah perisai kecil miniatur dari  perisai yang besar berwarna hitam berada tepat di tengah-tengah. Garis  lurus horizontal yang membagi perisai tersebut menggambarkan garis  khatulistiwa yang tepat melintasi Indonesia di tengah-tengah.
Emblem
Setiap gambar emblem yang terdapat pada perisai berhubungan dengan simbol dari sila Pancasila.
Bintang Tunggal
Sila ke-1: Ketuhanan Yang Maha Esa. Perisai hitam  dengan sebuah bintang emas berkepala lima menggambarkan agama-agama  besar di Indonesia, Islam, Kristen, Hindu, Buddha, dan juga ideologi  sekuler sosialisme.
Rantai Emas
Sila ke-2: Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab. Rantai  yang disusun atas gelang-gelang kecil ini menandakan hubungan manusia  satu dengan yang lainnya yang saling membantu. Gelang yang lingkaran  menggambarkan wanita, gelang yang persegi menggambarkan pria.
Pohon Beringin
Sila ke-3: Persatuan Indonesia. Pohon beringin (Ficus benjamina)  adalah sebuah pohon Indonesia yang berakar tunjang - sebuah akar  tunggal panjang yang menunjang pohon yang besar tersebut dengan  bertumbuh sangat dalam ke dalam tanah. Ini menggambarkan kesatuan  Indonesia. Pohon ini juga memiliki banyak akar yang menggelantung dari  ranting-rantingnya. Hal ini menggambarkan Indonesia sebagai negara  kesatuan namun memiliki berbagai akar budaya yang berbeda-beda.
Kepala Banteng
Sila ke-4: Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Binatang banteng (Latin: Bos javanicus)  atau lembu liar adalah binatang sosial, sama halnya dengan manusia  cetusan Presiden Soekarno dimana pengambilan keputusan yang dilakukan  bersama (musyawarah), gotong royong, dan kekeluargaan merupakan  nilai-nilai khas bangsa Indonesia.
Padi Kapas
Sila ke-5: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat  Indonesia. Padi dan kapas (yang menggambarkan sandang dan pangan)  merupakan kebutuhan pokok setiap masyarakat Indonesia tanpa melihat  status maupun kedudukannya. Hal ini menggambarkan persamaan sosial  dimana tidak adanya kesenjangan sosial satu dengan yang lainnya, namun  hal ini bukan berarti bahwa negara Indonesia memakai ideologi komunisme.
Motto
Pita yang dicengkeram oleh burung garuda bertuliskan semboyan negara  Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Bhinneka Tunggal Ika berasal dari  kalimat bahasa Jawa Kuno karangan Mpu Tantular yang berarti “Walaupun  berbeda-beda tetapi tetap satu” yang menggambarkan keadaan bangsa  Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam suku, budaya, adat-istiadat,  kepercayaan, namun tetap adalah satu bangsa, bahasa, dan tanah air.
Sumber:
- http://id.wikipedia.org/wiki/Garuda-Pancasila
- http://id.wikipedia.org/wiki/Garuda
- http://id.wikipedia.org/lambang Indonesia
- http://ichsany.wordpress.com
                                       PENEMU LAMBANG GARUDA PANCASILA                                           
Garuda  merupakan lambang Negara Indonesia, hampir semua orang tahu itu. Namun  hanya sebagian orang saja yang mengetahui siapa penemunya dan bagaimana  kisah hingga menjadi lambang kebanggaan negara ini.
Sewaktu  Republik Indonesia Serikat dibentuk, dia diangkat menjadi Menteri  Negara Zonder Porto Folio dan selama jabatan menteri negara itu  ditugaskan Presiden Soekarno merencanakan, merancang dan merumuskan  gambar lambang negara.Dia lah Sultan Hamid II yang berasal dari  Pontianak.
Dia  teringat ucapan Presiden Soekarno, bahwa hendaknya lambang negara  mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana  sila-sila dari dasar negara, yaitu Pancasila divisualisasikan dalam  lambang negara. Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan  nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder  Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis M Yamin  sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM  Ng Purbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan  rancangan lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah.
Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin.
Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku “Bung Hatta Menjawab” untuk melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M Yamin.
Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan DPR RIS adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M Yamin ditolak karena menyertakan sinar-sinar matahari dan menampakkan pengaruh Jepang.
Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Terjadi kesepakatan mereka bertiga, mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.
Tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan, karena adanya keberatan terhadap gambar burung garuda dengan tangan dan bahu manusia yang memegang perisai dan dianggap bersifat mitologis.
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS. Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan “tidak berjambul” seperti bentuk sekarang ini. Inilah karya kebangsaan anak-anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II Menteri Negara RIS.
Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950. Penyempurnaan kembali lambang negara itu terus diupayakan. Kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang “gundul” menjadi “berjambul” dilakukan. Bentuk cakar kaki yang mencengkram pita dari semula menghadap ke belakang menjadi menghadap ke depan juga diperbaiki, atas masukan Presiden Soekarno. Tanggal 20 Maret 1950, bentuk final gambar lambang negara yang telah diperbaiki mendapat disposisi Presiden Soekarno, yang kemudian memerintahkan pelukis istana, Dullah, untuk melukis kembali rancangan tersebut sesuai bentuk final rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II yang dipergunakan secara resmi sampai saat ini.






 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar